Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Apakah Pilihan Jokowi yang Memilih Amran Sulaiman Kembali sebagai Menteri Pertanian Tepat?

Updatebanget.id – Presiden Jokowi telah mengambil langkah untuk kembali menunjuk Amran Sulaiman sebagai Menteri Pertanian (Mentan), menggantikan Syahrul Yasin Limpo yang sebelumnya mengundurkan diri karena terlibat dalam kasus dugaan korupsi penempatan pegawai di Kementerian Pertanian. Penunjukan ini merupakan yang kedua kalinya Jokowi mempercayakan posisi Mentan kepada Amran, mengingat Amran sebelumnya pernah menjabat dalam posisi yang sama selama periode 2014-2019.

Tentu saja, pertanyaan muncul: apakah langkah Jokowi ini tepat? Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, memiliki pandangan positif terkait keputusan ini. Ia berpendapat bahwa pemilihan Jokowi untuk kembali menunjuk Amran sebagai Mentan adalah keputusan yang tepat. Alasannya adalah Amran memiliki pengalaman yang cukup dalam bidang pertanian, mengingat ia telah menjabat sebagai Mentan selama lima tahun pada periode sebelumnya.

Pengalaman Amran dalam kepemimpinan Kementerian Pertanian selama periode sebelumnya mungkin menjadi faktor utama yang memengaruhi keputusan Jokowi. Pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia, dan keberlanjutan dan perkembangannya sangat krusial bagi negara ini. Oleh karena itu, memilih seseorang yang memiliki pengalaman sebelumnya dalam posisi Mentan dapat memberikan kontinuitas dalam pengelolaan sektor pertanian.

Namun, tentu saja, terdapat beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan. Amran harus mengatasi berbagai tantangan dalam sektor pertanian, seperti peningkatan produktivitas, keberlanjutan lingkungan, dan distribusi pangan yang adil. Selain itu, upaya pemberantasan korupsi juga harus menjadi prioritas, mengingat kasus dugaan korupsi sebelumnya di lingkungan Kementerian Pertanian. Jika Amran dapat mengatasi tantangan-tantangan ini dengan baik, maka penunjukan kembali ini mungkin akan membawa manfaat positif bagi pembangunan sektor pertanian Indonesia.

Kesimpulannya, pilihan Jokowi untuk kembali menunjuk Amran Sulaiman sebagai Menteri Pertanian tampaknya didasarkan pada pengalaman Amran dalam bidang pertanian. Namun, keberhasilan Amran dalam mengatasi tantangan yang ada akan menjadi penentu utama sejauh mana keputusan ini dapat memberikan manfaat positif bagi sektor pertanian Indonesia.

Menurut Eko, Jokowi melihat tantangan di sektor pertanian cukup berat sehingga Jokowi tak mau berjudi dengan orang awam yang belum mengerti keadaan di sektor tersebut.

“Di pemerintahan Pak Jokowi waktu periode pertama beliau adalah menteri pertanian yang tidak direshuffle sampai selesai. Artinya sebetulnya kalau saya lihat di sini, mungkin juga presiden melihat dari tantangan sektor pertanian saat ini cukup berat. Kemudian menterinya ada kasus, kemudian harus diganti setelah mengundurkan diri. Sepertinya dengan melihat urgensi dari sektor pertaniannya sebagai sektor strategis, Pak Jokowi enggak mau berjudi dengan orang baru,” kata dia

“Sehingga menurut saya pemilihan ini kalau saya lihat cukup tepat dalam konteks Pak Andi Amran Sulaiman ini sudah berpengalaman lima tahun seperti periode pemerintahan sebelumnya memang menjadi menteri pertanian,” sambungnya.

Hanya saja, ia melihat kinerja Amran sebagai mentan belum impresif. Buktinya, kata Eko, Amran tak terpilih kembali menjadi mentan di periode Jokowi yang selanjutnya.

Selain belum impresif, ia melihat laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sektor pertanian selama periode Amran yang berada di level 3,5-4 persen juga belum memuaskan. Pasalnya, angka ini masih di bawah pertumbuhan ekonomi.

Namun jika dibandingkan dengan kinerja Syahrul Yasin Limpo sebagai mentan, pertumbuhan PDB sektor pertanian di periodenya masih di bawah 2 persen. Menurut Eko, salah satu faktornya adalah pandemi Covid-19 baru menyerang pada masa Syahrul saat menjadi mentan.

“Tapi ya bagaimanapun kalau secara kinerja saya rasa mungkin Pak Jokowi melihat dia di periode pertama ada kepuasan bahwa Pak Andi Amran Sulaiman waktu itu mungkin cukup dinilai berhasil. Walaupun secara indikator makronya sebetulnya masih biasa-biasa aja saya bilang,” jelas dia.

Menurut Eko, reshuffle sendiri adalah hak prerogatif presiden yang pertimbangannya biasanya tak sekadar ansih aspek profesionalitas atau kepakaran di bidangnya, tetapi juga terdapat aspek politik di dalamnya. Eko tak menampik terdapat unsur politik di balik penunjukan Amran sebagai mentan.

“Dan sudah kenal lama, bahkan setahu saya beliau sebelum ini di dalam tim pemenangan Jokowi juga. Berarti dia sebelum jadi menteri sudah orang dekatnya Pak Jokowi kira-kita gitu. Jadi itu yang juga mungkin jadi pertimbangan pada posisi hari ini. Orang yang sudah sangat dikenal menjadi penting untuk mungkin juga kenyamanan presiden untuk bisa memastikan target-target sektor pertanian bisa dikejar,” ucap Eko.

Di sisi lain, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai penunjukan Amran sebagai menteri pertanian sangat disayangkan. Menurut dia, selama Amran menjabat sebagai menteri pertanian, terdapat banyak permasalahan yang sulit dilupakan.

Contohnya pada 2018. Impor beras tercatat 2,2 juta ton dari tahun sebelumnya yang hanya 305 ribu ton. Menurut Bhima, kenaikan impor beras yang cukup tajam jelang Pemilu 2019 menimbulkan pertanyaan terkait program kemandirian pangan pemerintah.

Ada yang curiga itu erat kaitannya juga dengan rente di sektor pangan yang bermain jelang pemilu.

“Bahkan saat itu Kementerian Pertanian (Kementan) selalu berkilah adanya impor beras untuk kebutuhan beras premium. Kondisi tersebut sangat disayangkan, karena dikhawatirkan posisi menteri pertanian yang baru akan mengulangi masalah yang sama,” ujar Bhima

Selain masalah impor beras, Bhima melihat terjadi lonjakan impor gula sejak Amran menjabat mentan di era pemerintahan Jokowi yang pertama. Impor gula menyentuh 4,6 juta ton dengan nilai US$1,7 juta. Angka ini bukanlah angka yang kecil.

“Apakah ada perubahan gaya menteri pertanian soal pengendalian impor gula? Ini masih dipertanyakan,” ucap Bhima.

Pada saat Kementan di pimpin Amran kala itu, Bhima melihat masalah pendataan juga sangat buruk. Terdapat ego untuk memiliki data produksi pertanian masing-masing, sehingga membuat pihak kementerian dan Badan Pusat Statistik (BPS) tidak akur.

Ia berharap masalah integrasi data bisa selesai dengan hadirnya Badan Pangan Nasional. Menurutnya, Kementerian Pertanian harus tunduk pada data yang valid, tidak boleh mencari data sendiri untuk pembenaran kinerja program.

Sementara dari segi anggaran, Bhima mengatakan ia tak bisa banyak berharap di masa jabatan Amran efektif kurang dari satu tahun. Sementara, anggaran ketahanan pangan sudah disahkan dalam APBN 2024.

“Jadi menteri pertanian sulit memberikan perubahan kebijakan terkait pertanian. Apa anggaran subsidi pupuk Rp26 triliun di 2024 bisa naik tajam? Hampir mustahil kendati masalah saat ini selain kekeringan adalah masalah distribusi pupuk,” kata dia.

Share:

Arfi AS

Penulis berita bola, prediksi sepakbola paling akurat, percaya diri tulisan tentang dunia olahraganya adalah yang paling cepat dan akurat. Berita reportase juga merupakan keahlian dari Anak kelahiran KOta Soto Lamongan ini