Updatebanget.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan kembali terhadap Bupati Lamongan, Yuhronur Efendi, terkait kasus dugaan korupsi yang terkait dengan pengadaan dalam pembangunan gedung kantor Pemerintah Kabupaten Lamongan, yang menggunakan dana APBD multi tahun 2017-2019.
Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri, mengumumkan bahwa pemanggilan Bupati Lamongan untuk pemeriksaan kedua kalinya ini bertujuan untuk mengumpulkan lebih banyak bukti yang diperlukan oleh penyidik dalam rangka mengungkap dugaan korupsi terkait dengan pembangunan gedung Pemkab senilai Rp 151 miliar.
“Ya, pemanggilan dan pemeriksaan saksi Yuhronur Efendi (Bupati Lamongan) berlangsung di Gedung Merah Putih KPK. Hal ini merupakan bagian dari upaya tim penyidik untuk mengungkap kasus ini,” ungkap Ali Fikri kepada media pada Kamis (19/10/2023).
Sebelumnya, bupati Yuhronur Efendi telah diperiksa sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK pada Kamis (12/10/2023) lalu. Pada saat itu, dia didalami soal usulan awal dari proyek pembangunan gedung kantor Pemkab Lamongan TA 2017-2019, di mana saat itu Yuhronur masih menjabat selaku Sekda Pemkab Lamongan.
Pada Jumat (15/09/2023), KPK resmi mengumumkan proses penyidikan dugaan korupsi ini. Akan tetapi, KPK belum membeberkan identitas para pihak yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, maupun uraian perbuatannya.
KPK akan mengumumkan identitas tersangka dan konstruksi perkaranya, ketika dilakukan upaya paksa penangkapan maupun penahanan terhadap pihak-pihak yang sudah ditetapkan tersangka.
Dalam perkara ini, KPK sudah melakukan penggeledahan di beberapa tempat, salah satunya kantor-kantor dinas yang ada di lingkungan Pemkab Lamongan, maupun rumah dinas Bupati Lamongan, serta rumah dan kantor pihak swasta.
Perkara ini berkaitan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara. Dimana, proyek tersebut telah menghabiskan anggaran sebesar Rp151 miliar.
Terpisah Nursalim ketua LSM Jaringan Masyarakat Lamongan (Jamal), saat dihubungi mengaku wajar kalau bupati harus wira-wiri ke KPK untuk diperiksa. Karena bupati ini adalah sebelumnya birokrasi dan pernah menduduki jabatan strategis yakni Sekretaris Daerah (Sekda) beberapa tahun, yang tentu sangat mengerti dan paham alur pembangunan gedung ini.
“Kalau KPK memeriksa kembali bupati ya sangat wajar, karena KPK melihat bupati adalah dulunya birokrasi, dan menjabat sekda sehingga sangat tahu alur perencanaan pelaksanaan dan pertanggungjawaban pembangunan gedung pemkab,” ujarnya.
Meski lanjut Nursalim, dalam statemennya saat pemeriksaan pertama di KPK, bupati mengaku tidak menerima atau ikut menikmati dugaan korupsi itu hak bupati, tapi ini menyangkut kelembagaan bukan persoalan personal, yang KPK melihat ada peran dan ikut andil Sekda sehingga pembangunan gedung ini terwujud.
“Saya kira sudah jelas, posisi bupati saat itu adalah sekda, yang tentu secara administratif dia ikut serta menandatangani beberapa berkas, sehingga pembangunan gedung ini terwujud, itu yang saya kira tidak bisa terbantahkan,” kata pria kurus ini kepada surabayapagi.com.
Jadi kata Salim, bantahan bupati tidak ikut menikmati uang dugaan korupsi sebuah pembelaan yang justru melukai perasaan masyarakat Lamongan, dan juga penyidik KPK, dan masyarakat tidak percaya itu.
“Kalau tidak menerima, tapi ada persengkongkolan jahat melakukan korupsi, tapi bupati yang kala itu sebagai sekda diam, sama artinya melakukan pembiaran, dan dalam UU mereka mengetahui adanya dugaan korupsi tapi dia dengan jabatan yang disandang saat itu mereka diam, mereka bisa dijerat,” pungkasnya.