Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Kasus “Kopi Sianida”: Pesan Tertulis dari Jessica Wongso untuk Seorang Jurnalis Terungkap

Updatebanget.id – Kasus yang dikenal dengan sebutan “kopi sianida” yang mengakibatkan kematian Wayan Mirna Salihin dan mengejutkan Indonesia pada tahun 2016, kini tengah menjadi sorotan berkat rilisnya sebuah dokumenter berjudul “Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso” di Netflix. Dokumenter yang diproduksi oleh Beach House Pictures ini pertama kali ditayangkan pada tanggal 28 September 2023.

Dokumenter ini telah membawa perspektif baru kepada masyarakat dengan mengungkap “fakta-fakta yang sebelumnya tidak pernah terungkap.” Tak hanya sekadar memicu pertanyaan tentang “keadilan dalam proses hukum di Indonesia,” tetapi juga membuka sudut pandang yang menarik yang sebelumnya terlupakan oleh banyak pihak.

Salah satu momen menarik tersebut adalah ketika Jessica Kumala Wongso memberikan selembar kertas kepada seorang jurnalis yang hadir dalam persidangan. Jurnalis tersebut adalah Friatian Grie, yang bekerja untuk sebuah stasiun televisi swasta.

Setelah menerima pesan tersebut, Friatian berkesempatan untuk berbicara dengan Jessica selama jeda persidangan. Kejadian ini sebenarnya pernah dibahas dalam sebuah podcast sebelumnya, namun tidak menarik perhatian besar pada saat itu.

Friatian membagikan pengalaman tersebut sebagai bintang tamu dalam podcast yang dipandu oleh Stefani Ginting, yang kemudian diunggah di saluran YouTube-nya dengan judul “KASUS KOPI BERSIANIDA JESSICA WONGSO || CERITA DI BALIK LIPUTAN FRISTIAN GRIEC (PART 1)” pada tanggal 24 Juni 2020.

Saat itu, dunia tengah dilanda pandemi, sehingga wawancara dilakukan secara online. “Jadi saya kan selalu dapat tugas dari kantor untuk meliput sidang Jessica Wongso. Saya selalu duduk di dekat pengacaranya, mungkin karena itu dia (Jessica) lama-kelamaan notice kehadiran saya karena selalu mengikuti sidang,” kenang Fristian.

Menyapa Langsung Jessica Wongso

Suatu waktu saat usai sidang, Fristian tiba-tiba dihampiri pengacara Jessica yang memberi sebuah kertas yang katanya pesan tertulis dari kliennya.

“Waduh saya sempat takut ya, karena tahu sendiri kan bagaimana penggambaran orang tentang karakter Jessica saat itu. Tapi pas saya baca isinya, saya malah heran dan kaget. Dia hanya menulis, ‘Saya sangat suka pakaianmu.’ Wah ternyata dia memperhatikan penampilan saya juga,” lanjutnya sambil tertawa.

Fristian memanfaatkan momen itu untuk bisa menyapa Jessica secara langsung dan meminta wawancara. Saat jeda persidangan, wartawati yang konsisten berambut pendek ini pun mengambil kesempatan tersebut.

Di momen itu, Jessica diceritakan “terbuka” padanya, dan menurut Fristian, sifatnya berbanding terbalik dengan yang apa yang disebutkan orang lain selama ini. Sebagai informasi, perempuan yang sempat tinggal di Australia ini disebut “berdarah dingin dan cenderung psikopat.”

“Begitu dia merasa nyaman dengan saya, di situlah saya berusaha memintanya agar bisa mewawacarai ibunya, karena dia memang dekat banget sama ibunya,” ungkapnya. Usaha Fristian tidak sia-sia. Ia akhirnya bisa mewawancarai ibunda Jessica, Imelda Wongso, secara eksklusif.

Rangkuman Kasus Jessica Wongso

Seperti film dokumenter pada umumnya, Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso, yang berdurasi satu jam 26 menit, menampilkan wawancara dengan beragam pihak. Ada keluarga korban, Jessica Wongso yang diwakili pengacara, serta para pakar dan jurnalis yang seharusnya memandang kasus ini secara objektif sesuai kode etik profesi mereka.

Film ini tak sekadar memberi rangkuman perjalanan kasus dan persidangan yang bisa menyegarkan ingatan, tapi juga mengajak pemirsa “mengunjungi” kembali kasus ini dalam suasana yang minim bias.

Pada akhirnya, diskusi mengenai kasus ini kembali hidup di media sosial. Tak sedikit yang kembali mempertanyakan sejumlah hal yang mereka anggap janggal. Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso memang tidak menjawab pertanyaan besar soal “siapa pembunuh Mirna,” kendati secara pengadilan Jessica lah yang dianggap bersalah.

Salah satu hal yang membuat kasus ini rumit adalah ketiadaan bukti langsung yang menegakkan dakwaan bahwa Jessica adalah pembunuh Mirna hingga akhirnya divonis 20 tahun hukuman penjara. “Enggak ada alasan sekecil pun yang menyatakan dia bersalah,” kata pengacara Jessica, Otto Hasibuan.

Wawancara dengan Jessica Dihentikan

Sementara tim JPU berkeras bahwa bukti langsung tidak dibutuhkan dalam kasus ini. “Pandangan kami, tidak harus ada bukti langsung. Kami berpedoman bukti circumstantial. Rangkaian alat bukti yang ada itu bisa menunjukkan tidak lain dan tidak bukan, hanya Jessica yang bisa melakukan pembunuhan ini,” kata salah satu anggota tim JPU.

Belakangan, gelas asli yang mewadahi kopi Mirna pun diketahui tidak ada dalam jajaran barang bukti. Gelasnya sudah berganti hingga akhirnya kopi tersebut muncul dalam wadah botol di persidangan.

Salah satu hal yang paling banyak diperbincangkan warganet di media sosial adalah pertemuan awal Jessica dengan sineas film tersebut. Saat Jessica mengeluhkan situasi pengadilan dan media kala itu, sebuah suara menyetop perbincangan mereka.

“Sorry, Jessica. Saya minta maaf. Mungkin ini sudah lebih dalam nih,” kata seorang penjaga lapas yang tidak diperlihatkan wajahnya. Di pengujung film, produser film juga menyertakan kegeramannya atas hal ini.

“Sejujurnya kami juga geram. Mereka memperbolehkan orang untuk mewawancara teroris, perampok bank, pembunuh,” kata sang produser saat berbicara dengan Jessica via telepon. Hal ini dijawab Jessica dengan penuh keheranan. “Ini benar-benar membingungkan. Memangnya saya siapa? Saya bahkan bukan figur publik atau semacamnya.”

Share:

Arfi AS

Penulis berita bola, prediksi sepakbola paling akurat, percaya diri tulisan tentang dunia olahraganya adalah yang paling cepat dan akurat. Berita reportase juga merupakan keahlian dari Anak kelahiran KOta Soto Lamongan ini