Updatebanget.id – Pasukan Israel melakukan pengepungan dan serangan terhadap Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Palestina, sejak Senin (20/11). Akibat serangan ini, 12 orang tewas, termasuk dokter dan pasien RS. Sebelumnya, Israel juga menyerang Rumah Sakit terbesar di Gaza, Al Shifa, dengan merangsek masuk dan meluncurkan tembakan.
Dalam kedua pengepungan tersebut, Israel melarang warga keluar dari kompleks rumah sakit, dengan ancaman tembakan bagi siapa pun yang mencoba keluar.
Mengapa Israel menggempur dan mengepung rumah sakit di Gaza?
Israel seringkali menuduh fasilitas umum, termasuk rumah sakit Al Shifa dan RS Indonesia, sebagai markas Hamas. Meskipun tuduhan ini dilontarkan, Israel sejauh ini tidak dapat membuktikan klaimnya, dan Hamas membantah tuduhan tersebut.
Tuduhan Israel terlihat sebagai upaya untuk merayu opini publik dan menggiring narasi mengenai keterlibatan Hamas. Namun, menurut pengamat hubungan internasional yang berbasis di Qatar, Omar Rahman, alasan sesungguhnya di balik serangan terhadap rumah sakit adalah sebagai bentuk perang psikologis.
“Serangan terhadap rumah sakit menunjukkan kepada masyarakat bahwa tidak ada tempat yang aman bagi [warga Palestina],” kata Rahman kepada Al Jazeera, Senin (20/11). Dia juga menyoroti bahwa Israel bertindak dengan “impunitas total” dalam tindakan agresif mereka.
Analis senior Palestina di International Crisis Group, Tahani Mustafa, mengatakan tujuan serangan Israel ke rumah sakit untuk memadamkan segala bentuk perlawanan warga Palestina.
Serangan terhadap fasilitas umum bisa membuat warga berpikir bahwa tidak ada tempat aman di Palestina.
“Israel menunjukkan kepada warga Palestina bahwa tidak ada seorang pun dan tidak ada ruang yang aman,” kata Mustafa.
Dia kemudian berujar, “Ini adalah upaya sistematis untuk mengintimidasi penduduk lokal dan melemahkan keinginan mereka untuk melawan.”
Sepanjang perang, Israel telah menargetkan sejumlah ambulans dan fasilitas medis di Tepi Barat dan Gaza.
Mereka juga mengklaim bahwa Hamas menggunakan fasilitas tersebut untuk bergerak dan berlindung, tanpa memberikan bukti atas klaimnya.
Sementara itu, wakil presiden eksekutif di Quincy Institute for Responsible Statecraft Tirta Parsi menilai Israel menargetkan bangunan-bangunan sipil seperti rumah sakit karena mereka bisa lolos dari hukuman.
Israel merasa bebas bergerak lantaran merasa dilindungi dan disokong Amerika Serikat secara penuh.
“Satu-satunya pengawasan dan batasan yang penting adalah yang datang dari Amerika Serikat,” ujar Parsi.
Israel, kata dia, bahkan tak peduli kemarahan internasional selama Amerika Serikat menolak membatasi tindakan pemerintah Zionis itu.
Lebih lanjut, Parsi mengatakan tidak ada tekanan dari AS ditambah pemerintahan saat ini yang berhaluan ekstremis sayap kanan semakin membuat mereka seolah bebas berulah.
“Israel mengambil kesempatan untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat mereka lakukan,” ujar Parsi.
Namun, seiring agresi yang terus terjadi, AS mungkin terpaksa mendesak Israel untuk mengurangi keganasan serangan mereka di Palestina, seiring dengan citra Negeri Paman Sam yang menurun.
“Kedudukan dan kredibilitas AS di dunia anjlok akibat lampu hijau bagi tindakan Israel semacam ini,” ungkap Parsi.
Parsi menduga agresi Israel di Palestina mungkin tak akan berlanjut lebih lama karena kerugian yang mungkin berdampak ke AS.
Hingga kini lebih dari sebulan agresi Israel atas Palestina, lebih dari 13 ribu warga sipil tewas. Dari belasan ribu korban itu, 5.500 di antaranya adalah anak-anak.